|


PERANG PALING BESAR ADALAH PERANG MELAWAN DIRI SENDIRI
MUHAMMAD SAW —

|

ATTICUS FINCH

"yang sama jangan dibeda-bedakan. yang beda jangan disamakan",

kalimat dari Gus Dur ini langsung terlintas di benak saya setelah menutup lembar terakhir buku yang berjudul To Kill a Mockingbird. kisah yang indah, sangat beruntung saya mendapat buku karangan Harper Lee ini dengan harga dua puluh ribu rupiah saja di tumpukan obral buku di salah satu toko buku di kota saya. hanya beberapa jam setelah selesai membaca bukunya, saya menyambangi filmnya dengan judul yang sama. film yang digarap tahun 1962 (dua tahun setelah bukunya terbit) itu menguatkan gambaran saya tentang seorang tokoh bernama Atticus Finch.

Atticus Finch adalah tokoh sentral dalam buku ini. pengacara sekaligus orang tua tunggal bagi dua anaknya yang masih kecil-kecil. filmnya menurut saya sukses menggambarkan figur Atticus Finch ke tampilan visual. penampilan Gregory Peck begitu karismatik dan tidak jauh seperti apa yang ada di imajinasi saya.


yang cukup disoroti dari tokoh Atticus Finch tentu adalah sebagai pengacara yang membela orang kulit hitam bernama Tom Robinson. dimana ia menerima resiko digunjing, dikecam, dan dibenci oleh hampir seluruh penduduk karena pembelaannya itu. wajar jika ia dan anak-anaknya merasa terdesak, karena mereka tinggal di suatu kota kecil bernama Maycomb yang hampir penduduknya satu sama lain saling mengenal.

apa yang saya dapat dari sosok Atticus Finch bukanlah semata-mata keteguhannya membela kaum minoritas meski berada di bawah tekanan. namun saya kagum pada bagaimana caranya membagi peran antara pekerjaan dan keluarga. ia membesarkan kedua anaknya yang sedang rajin-rajinnya bertanya macam-macam, dengan kasih sayang seorang ibu. ia mengajari kedua anaknya yang bernama Jem dan Scout membaca, menemani mereka menjelang tidur, dan sekaligus juga harus rela menjadi tontonan kedua anaknya ketika wajahnya diludahi seorang penduduk Maycomb. demi menjaga anak-anaknya dari pemandangan masa kecil yang kurang sedap, ia hanya menyapu mukanya dan berusaha tetap tegar tanpa melawan.

Atticus Finch, bagi saya menjadi suatu gambaran bagaimana ternyata menyesuaikan diri untuk menjalani multiperan dalam berbagai situasi adalah kebijaksanaan tersendiri. manusia tidak bisa jadi pengacara saja, bapak saja, anak saja, kawan saja, sahabat saja, orang baik saja, “penjahat” saja. ia memiliki seluruh peran itu sekaligus, dan pada akhirnya tergantung kebijaksanaan kita mau membuka katup yang mana untuk situasi yang mana.

selain tokoh Atticus Finch, banyak sekali dialog-dialog dan suatu sudut pandang dari tokoh-tokoh lain di buku To Kill a Mockingbird ini yang menurut saya sangat menarik. kisah di buku ini mengajarkan bahwa kehidupan tidak selalu tentang hitam dan putih. pantas-pantas saja kalau buku ini oleh beberapa majalah dinobatkan menempati peringkat teratas setelah Al-Quran dan Injil dalam daftar ‘buku yang harus dibaca seseorang sebelum ia meninggal’. 


"kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. hingga kau menyusup ke alam pikirannya, dan menjalani hidup dengan caranya". Atticus Finch