nasib adalah kesunyian masing-masing
saya akan bercerita tentang seorang teman yang tidak akan saya
sebutkan namanya disini. orang yang menurut saya goblok, tolol, bodoh,
tidak rasional, dungu dan teman-temannya. kenapa saya menyebutnya dengan
sebutan-sebutan yang mengacu kepada suatu tingkah laku manusia yang
tidak punya otak tersebut?
bagaimana saya tidak geram, bertahun-tahun dia hidup dengan tembok setebal tembok cina di sekeliling hatinya, yang membuat tak ada seseorangpun bisa masuk ke ruang pecah belah bernama hati tersebut lagi. hidup dengan menyimpan debu kenangan di otaknya yang tidak bisa (atau mungkin sebenarnya tidak mau) dia sapu. hidup bermesraan dengan memori tentang seseorang yang sudah entah ada dimana, seseorang yang sudah tak memikirkannya, seseorang yang sangat dibencinya.
ya, benar. seseorang yang sangat dibencinya, dilihat dari penjelasan deret-deret kata yang dia muntahkan dari mulutnya. tapi sebagai teman yang sudah bersamanya hampir seumur hidupnya, dengan sangat jelas saya tahu kalau di hati terdalamnya sebenarnya malah kebalikannya. ya, begitulah. berusaha membenci sebenarnya adalah pengakuan rindu.
nah, coba saja bayangkan. apa itu kalau tidak disebut tolol, goblok, dungu? sampai penasaran dan tak habis pikir saya dibuatnya, seperti apa sih sosok manusia yang membuatnya hilang akal sehat begini. sosok makhluk yang menurutnya dengan kehadirannya saja dapat melenyapkan seperempat beban hidupnya. sosok yang menurutnya dengan senyumannya saja dapat menguapkan setengah keluh kesahnya. sosok yang bisa membuatnya bertingkah tidak rasional. sosok yang sangat disayanginya. saya tak tau, benar-benar tak tau dan tak habis pikir.
sudah ribuan kali saya menasihatinya, buat apa masih memikirkannya saja. dia malah menjawab “jika ada seseorang yang bertahun-tahun tak bisa kau usir dari kepalamu. biarkanlah, barangkali dia ditakdirkan tinggal di sana”. ya, itu jawabannya. jawaban dengan kata-kata sok indah dan sok puitis yang menurutku malah sangat goblok dan bikin mual. dan bahkan sudah jutaan kali saya menyodorkan stok-stok bakal calon tulang rusuknya, tapi tetap saja dia tak bisa. entahlah, dengan cara apa lagi saya bisa menyeretnya dari ruang waktu yang ia ciptakan sendiri itu.
bisa dibayangkan? begitulah, saya rasa siapapun akan setuju dengan saya kalau teman saya satu ini benar-benar tolol goblok dungu. tapi ya sudahlah, percuma membicarakan ini. dan lagi saya juga harus menyudahi tulisan ini sekarang. saya tak sadar ternyata teman malang saya ini dari tadi ada di sini, di ruangan saya. sekarang dia sedang berdiri di dalam cermin di hadapan saya. ia menyapa mengucapkan halo, dan saya merasa tertusuk oleh senyumannya.
0 uneg - uneg:
Posting Komentar